ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Ketika Nenek Elis Jadi “Musuh” BLT Desa Laleten

Avatar photo
  • Bagikan

Nenek Elis bukan warga pendatang. Dirinya lahir pada jaman “kompeni Belanda dan Nipon” menjajah Indonesia. Bahkan  selama ini, hidupnya dihabiskan di Laleten. Hidup dalam gubuk reot persis di belakang rumah anaknya, Mea Luruk, Nenek Elis saban hari habiskan waktu dengan menguyah sirih. Bahkan untuk makan dirinya harus disuap,  sampai harus dituntun untuk urusan buang hajat, karena buta permanen.

Perangkat RT, Dusun hingga Desa Laleten, seolah menutup mata akan keberadaan Nenek Elis. Dalam pendataan penerima BLT DD tahap pertama ini, nama Nenek Elis tidak ada, kendati secara syarat dia termasuk dalam warga yang memiliki hak untuk menerima. Mungkin dalam pendataan, para aparatur dusun lupa bahkan ikutan “buta” seperti Nenek Elis. Tetapi, bagi Nenek Elis, dia tidak akan lupa, bahwa pagi tadi dirinya mendengar dengan jelas bisik- bisik warga soal pembagian BLT.

ads

Bagi Nenek Elis, mungkin uang BLT saat ini menjadi “Musuh” dirinya.  Tetapi Tidak dengan Tuhan. Dirinya bersyukur masih hidup di usia senja, kendati matanya buta untuk melihat bentuk dan rupa duit Rp. 600 ribu, tetapi telinganya mendengar dengan baik soal kejadian pagi ini di Laleten.

Baca Juga :  Kabupaten Malaka Tampil Memukau Dalam Ajang ICPNM 2023

Diakhir  pertemuan sebelum pamit, redaksi flobamorata.com, sempat memberikan sedikit berkat berupa uang Rp. 50 ribu, sebagai  penyangga alas saku siri pinang Nenek Elis. Uang ini sangat kecil, sebab flobamorata.com mengambil dari kekurangan mereka. Walau Rp.600 ribu uang BLT ibarat jauh panggang dari api, minimal Nenek Elis tdak berhenti mengunyah siri pinang  untuk beberapa hari kedepan. Apakah Nenek Elis yang janda ini Bukan Warga Laleten?. (ferdhy bria)

  • Bagikan