ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Topik : 

Wartawan Malaka dan Peran “Setan Pengganggu”

Avatar photo
  • Bagikan

Dalam kaitan dengan ini, Toni Kleden, mantan wartawan Harian Pos Kupang dalam buku ‘Menukik Lebih Dalam’, Kenangan 40 Tahun STFK Ledalero, yang sekarang di namai IFTK, menyebut peran vital seorang wartawan sebagai advocatus diaboli. Dengan perannya, Wartawan mesti tampil sebagai setan yang menyelamatkan keadaan justru dengan terus menerus menganggu dan mengusik.

Seperti lalat yang suka menganggu ketenangan, seperti itulah Wartawan mesti hadir dan memainkan perannya di daerah ini. Hanya dengan posisinya sebagai advocatus diaboli yang suka mengganggu dan mengusik, wartawan di daerah ini bisa mentransformasikan fakta sosial yang ada di tengah masyarakat menjadi bahasa berita yang kuat, tulisan investigasi yang berdampak, analisis yang menukik, dan ulasan yang tajam.

ads

Sebaliknya, bukan berhadapan dengan rezim kekuasaan sebuah pemerintahan, keberadaan wartawan justru bagaikan rombongan semut yang senantiasa berkerumun dalam sebuah toples gula, alias “enak di mana, lingkar di situ”.

Baca Juga :  Saat Jari Kita Menjadi Kompas Menuju Bui

Tipikal wartawan demikian yakni, wartawan yang kehilangan idealisme dan berani menyalahi, bahkan menggadaikan kode etikny dalam melaksanakan tugas dan perannya. Dalam konteks situasi Malaka sekarang, rakyat Malaka membutuhkan dan mendambakan eksistensi wartawan yang tetap peka, menaruh hati dan telinga pada setiap jeritan penderitaan hidup rakyat, ketika timbul berbagai persoalan kebijakan rezim pemerintahan yang jauh dari substansi kebenaran dan keadilan.

Baca Juga :  Blackdoor Gelar Indonesian Lawas Event

Rakyat Malaka membutuhkan wartawan Malaka yang tetap kokoh pada peran kontrolnya, mengawal wujud nyata berbagai program unggulan pemerintah hingga berdampak pada kesejaterahan hidup masyarakat Malaka. Rakyat Malaka tentu tidak ingin supaya para wartawan, penyambung lidah rakyat dan setan penganggunya (adcovatus diaboli), bersikap diam seribu bahasa ketika hak-hak mereka diabaikan, sementara penguasa atau pemimpinnya bersenang-senang, bebas bergentayangan menikmati uang rakyat hasil rampokan, perilaku koruptif yang tidak bertanggung jawab.
***

Baca Juga :  SBS Di Saenama

Oleh : Johnta

  • Bagikan