KUPANG,flobamorata.com- Ini merupakan bagian dari tulisan sambungan sebelumnya yang berjudul “ Saat Izhak Eduard Rihi Lawan Kelaliman Penguasa” link [https://www.flobamorata.com/berita/13657/saat-izhak-eduard-rihi-lawan-kelaliman-penguasa/]. Jika dalam tulisan sebelumnya saya mencoba deskripsikan secara jelas soal latar belakang Izhak Eduard Rihi diberhentikan hingga berujung gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kupang, dalam tulisan kali ini masih dengan angel yang sama soal hal tersebut.
Publik dan masyarakat NTT sudah tentu mengetahui bersama, alasan pemberhentian Izhak Eduard Rihi dari Dirut Bank NTT pada 6 Mei 2020 dalam RUPS Luar Biasa yang dipimpin oleh Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat, selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) seperti dalam keterangan persnya yakni Izhak Eduard Rihi dinilai tidak mampu untuk meningkatkan laba Bank NTT menjadi Rp 500 Miliar sebagaimana yang tertuang dalam kontrak kinerja. [walau tidak pernah ada kontrak kinerja demikian].
Selain alasan tersebut, Direksi Bank NTT dalam keterangan persnya usai RUPS Bank NTT 20 Maret 2023 juga mengatakan bahwa alasan pemegang saham memberhentikan Izhak Eduard Rihi pada saat itu karena dinilai tidak cakap. Menjadi pertanyaan mendasar kita bersama, Apa Benar Izhak Eduard Rihi Tidak Cakap? Sesuai alasan yang disampaikan direksi dan komisaris Bank NTT dalam keterangan pers tersebut?.
Kalau kita merujuk pada istilah tidak cakap yang di browsing dari goggle, maka akan kita temukan penjelasan bahwa sesorang dikatakan tidak cakap berarti “orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros”. Kalau rujukan demikian, maka menjadi pertanyaan lanjutan apa benar dsekripsi tersebut melekat pada diri Izhak Eduard Rihi sehingga dalil itu yang dipakai untuk memberhentikan dirinya dari posisi Direktur Utama Bank NTT?.
Kalau alasan yang dipakai pemegang saham demikian, maka sangatlah naif kita memberikan kesimpulan terlalu dini soal cakap dan tidak cakap. Bagaimana bisa Izhak Eduard Rihi dianggap tidak cakap sedangkan dirinya diangkat menjadi Dirut Bank NTT pada tahun 2019 dengan melewati beberapa tahap test yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan menentukan hasil seleksi Dirut Bank NTT saat itu. Apakah OJK juga juga salah, tidak paham bahkan bodoh meloloskan orang yang dkatakan tidak cakap?.
Lalu kalau Izhak dikatakan tidak cakap, bagaimana bisa selama kariernya di Bank NTT selama 23 tahun, dirinya dipercayakan oleh direksi Bank NTT menduduki dua jabatan utama yakni Kepala Divisi IT dan Kepala Divisi Kualitas Layanan?. Apa direksi saat itu juga ikutan bodoh dan sangat tidak paham bahwa seseorang yang disebut tidak cakap pantas diberikan jabatan itu?.
Bagimana bisa Izhak Eduard Rihi dikatakan tidak cakap, sedangkan disatu pihak dalam kariernya di Bank NTT dia pernah dipercayakan sebagai salah satu orang Perintis Transformasi Teknologi System Informasi di Bank NTT saya dan tim dipercayakan untuk melanjutkan dengan Implementasi LAN dengan menggunakan Core Banking OLIBS di seluruh kantor operasional Bank NTT dari tahun 1998 – 2005. Kemudian Tahun 2001 dirinya dipercayakan juga untuk menyelesaikan pekerjaan real time online system core banking OLIBS dengan data center pertama di Denpasar Bali bekerjasama dengan Bank BPD Bali.
Bukan saja itu, Izhak Eduard Rihi yang dianggap tidak cakap tersebut juga dipercayakan sebagai Ketua Pembangunan gedung kantor pusat Bank NTT pada tahun 2007. Bahkan di tahun 2010 dirinya mengikuti Studi banding pada COMMARZ BANK – BERLIN – Jerman Barat dan Pameran CEBIT Banking and Finance World 2010 di Hanofer – Jerman Barat pada tanggal 24 Januari 2010 s.d 04 Februari 2010. Masihkan kita beranggapan dirinya tidak cakap?.
Bahkan dalam kendali Izhak Eduard Rihi sebagai Dirut Bank NTT saat itu, dirinya juga menolak sejumlah pengajuan kredit dari korporasi besar yang dinilai tidak layak dan cacat prosedur. Tentu publik NTT masih ingat soal pembatalan pengajuan kredit oleh PT. Budimas Pundinusa sebesar Rp 30 Miliar untuk pengembangan rumput laut. Namun niat “terselubung” PT Budimas Pundinusa dibaca cermat oleh Izhak Eduard Rihi. Ada tindakan one prestasi yang dilakukan oleh PT. Budimas Pundinusa dalam kredit sebelumnya sebesar Rp 100 Miliar yang macet angsuran.
Selain PT. Budimas Pundinusa, Izhak Eduard Rihi yang katanya tidak cakap versi pemegang saham juga menyelamatkan uang miliaran rupiah milik rakyat NTT dengan menolak permohonan kredit oleh PT. Batukarang Atsiri Permai sebesar Rp 35 miliar dalam pengembangan Sophia [Produk Minuman Beralkohol Khas NTT yang Digagas Gubernur NTT].
Bahkan inovasi Izhak Eduard Rihi dalam meningkatkan laba menuju 500 miliar sesuai rencana Gubernur NTT selaku PSP Bank NTt dalam kontrak kinerja untuk tahun buku 2020, dilakukan dengan cerdas oelh dirinya. Semua rencana kerja dilakukan guna memenuhi target tersebut. diantaranya, pinjaman daerah kepada Pemerintah Propinsi, Kabutaten/Kota di NTT sejumlah 5,6 Triliun melalui program Masyarakat Ekonomi NTT.
Program tersebut adalah bentuk profesionalisme sebagai Direktur Utama saat itu dengan tujuan percepatan pembangunan Infrastruktur dan hilirisasi Industri unggulan daerah untuk menciptakan lapangan kerja dan menurunkan angka kemiskinan eskrim di NTT. Selain itu, program tersebut adalah salah satu strategi untuk memitigasi resiko kredit yang cukup tinggi dan penurunan NPL karena Pinjaman Daerah adalah kredit yang termasuk kategori aman karena pembayaran melalui APBD sesuai masa jabatan Pimpinan Daerah.
Dengan inovasi tersebut, Izhak Eduard Rihi melayangkan surat Permohonan Penjaminan Pemerintah Pusat kepada Presiden RI sebesar Rp 5.6 Triliun atas untuk memenuhi ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit, dengan surat Gubernur NTT kepada Presiden Republik Indonesia, Nomor BU.900/29/B.KEUDA/2020, Tanggal 14 Februari 2020, Perihal Permohonan Jaminan Pemerintah Republik Indonesia dan surat kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor BU.900/05/KEUDA/2020, Tanggal 6 Januari 2020, Perihal Permohonan Jaminan Pemerintah Republik Indonesia. Lalu bagaimana dia dikatakan tidak cakap?.
Bagaimana Izhak Eduard Rihi juga dikatakan tidak cakap, sedangkan dalam pencapaian kinerja Laba kotor Tahun Buku 2019 telah mencapai Rp. 402 Miliar. Bahkan Laba tersebut terkoreksi setelah audit Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan penjelasan sebagai berikut Laba bersih tahun 2019 adalah sebesar Rp 236.475 juta, menurun sebesar Rp 14.341 juta atau 5,72% dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 250.816 juta. Hal ini terutama disebabkan meningkatnya pembentukan penyisihan kerugian penurunan nilai kredit (CKPN). Beban CKPN selama 2019 adalah sebesar Rp 173.172 juta, meningkat Rp 100.004 juta atau 136,68%. Peningkatan ini terutama disebabkan pembentukan CKPN atas debitur bermasalah di Cabang Surabaya selama tahun 2019 sebesar Rp 100.895 juta dari Rp 3.008 juta pada tahun 2018 menjadi Rp 103.903 juta pada tahun 2019. Kredit bermasalah Kantor Cabang Surabaya merupakan Agenda utama yang dipertanggungjawabkan oleh Direktur Pemasaran Kredit dalam RUPS Luar Biasa tanggal 06 Mei 2020 tetapi dalam keputusannya bukan memberhentikan Direktur Pemasaran Kredit, Absalom Sine, tetapi dirinya yang diberhentikan dengan alasan yang tidak tertuang dalam AKTA RUPS Bank NTT.
Pemegang Saham Bank NTT dalam menyampaikan pendapat bahwa Izhak Eduard Rihi diberhentikan karena tidak cakap perlu didiskusikan lagi dengan berbasis data kinerja. Salah satu tolak ukur yang wajib dipakai adalah Izhak Eduard Rihi wajib dibandingkan dengan penggantinya yang menurut pemegang saham diduga cakap. Sebab secara logika menggantikan orang dengan memberikan predikat tidak cakap, tentu menjadi hal yang wajib bahwa penggantinya harus lebih cakap, cerdas dan memiliki visi bisnis yang baik soal Bank NTT kedepan.
Apakah Pengganti Izhak Eduard Rihi Lebih Cakap?
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.