KUPANG,flobamorata.com- Izhak Eduard Rihi bukan sosok asing di kalangan masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagai salah satu banker senior, sosok Izhak juga dikenal sebagai mantan Direktur Utama Bank NTT Periode 2019-2020. Bahkan selain bergelut di dunia bisnis perbankan, Izhak Eduard Rihi dalam kalangan terbatas juga dikenal sebagai Hamba Tuhan, dengan melakukan pelayanan agama Kristen bagi komunitas jemaat yang dipimpinnya.
Namun demikian, yang membuat nama Izhak Eduard Rihi akhir-akhir ini viral dan menjadi topik pemberitaan sejumlah media di NTT, yakni dirinya menggugat seluruh Pemegang Saham Bank NTT dan juga Gubernur NTT sebagai Pemegang Saham Pengendali. Siapa sangka seorang Izhak Eduard Rihi berani menantang dan melawan para Pemegang Saham Bank NTT yang nota bene adalah para kepala daerah di 23 kabupaten/kota di NTT.
Ibarat kata, konteks perkara Izhak Eduard Rihi melawan para pemegang saham adalah pertarungan antara Daud versus Goliat dalam kisah perang rakyat Israel lawan keangkuhan tantara Flistin seperti yang tertulis dalam Ktab Suci Agana Kristen. Tentu suatu perkara yang tidak mudah. Tetapi keyakinan akan kuasa Allah yang bekerja dalam diri orang Israel, akhirnya Daud sebagai simbol kasih Allah bagi orang Israel mampu kalahkan Goliat.
Dalam konteks perkara Izhak Eduard Rihi ini, dirinya bisa diibaratkan sebagai Daud. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, dirinya berjalan atas nama Allah, berjuang untuk sebuah rasa yang disebut keadilan. Bagi dirinya, keadilan harus ditegakan apapun resikonya. Mengingat yang dilawan adalah para penguasa di NTT, tentu Izhak hanya berharap keadilan pada palu hakim dan kebijksanaan Allah untuk menuntun dirinya dalam berjuang.
Alasan gugatan yang dilakukan Izhak Eduard Rihi kepada para Pemegang Saham Bank NTT adalah tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam pemberhentian dirinya menjadi Dirut Bank NTT pada 6 Mei 2020 silam. Izhak menilai, keputusan yang diambil oleh Pemegang Saham Bank NTT dinilai cacat prosedural dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Perseroan terbatas Nomor 40 tahun 2007 serta Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) Bank NTT.
Dalam kasus tersebut, Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank NTT, Viktor B Laiskodat yang juga Gubernur NTT pada jumpa pers usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Bank NTT mengatakan bahwa pemberhentian Izhak Eduard Rihi sebagai Dirut Bank NTT karena dinilai tidak cakap dan tidak mampu menyelesaikan kontrak kinerja untuk mengumpulkan laba di Bank NTT sebesar Rp 500 Miliar.
Benarkah alasan PSP tersebut? Yang jelas sebagai patokan risalah dan dasar hukum yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas serta AD/ART Bank NTT, alasan tersebut tidak tercatat dalam Akta RUPS Bank NTT tahun 2020. Atau adakah alasan tersembunyi dari pihak PSP dan para Pemegang Saham Bank NTT untuk memberhentikan Izhak Eduard Rihi?
Sebab kalau kita berpatokan pada beberapa aturan yang menjadi acuan pemberhentian seorang Dirut bank daerah, dapat kita ambil kesimpulan demikian. Pertama, Dalam proses pemberhentian Izhak Eduard Rihi sebagai Dirut Bank NTT saat itu, dirinya tidak diberi kesempatan untuk membela diri sebelum keputusan dari PSP Bank NTT dikeluarkan. Bahkan perihal kesempatan membela diri tidak ada dalam Akta RUPS LB Nomor 18 sebagai salah satu dasar hukum yang mengatur soal RUPS.
Kedua, pemberhentian Izhak Eduard Rihi jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Bank NTT. Sebab UU No 40 Tahun 2007 tersebut sebagai dasar hukum dalam pembentukan PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT.
Ketiga, pemberhentian Izhak Eduard Rihi tidak ada usulan dari Komisaris dan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) Bank NTT, sebagaimana hal tersebut adalah mekanisme baku dalam pengusulan dan pemberhentian direksi. Keempat, Kontrak Kinerja Rp 500 miliar yang disebut tidak mencapai target diduga bohong. Sebab faktanya, Kontrak kinerja ditandatangani Izhak Eduard Rihi pada 7 Januari 2020 yang berlaku untuk tahun buku 2020. Sedangkan Izhak Eduard Rihi diberhentikan saat pertengahan tahun buku berjalan dengan posisi laba waktu itu sebesar Rp 402 Miliar.
Namun usai diberhentikan dari posisi Dirut Bank NTT, jabatan Izhak Eduard Rihi digantikan oleh Alex Riwu Kaho yang saat itu menjadi Direktur Pemasaran Dana Bank NTT. Keputusan tersebut dinilai cacat prosedural juga. Sebab disaat yang sama yakni Tahun 2020 tepatnya bulan April, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengatakan bahwa Alex Riwu Kaho adalah sosok yang paling bertanggung jawab dalam gagalnya pembelian Medium Term Note (MTN) PT SNP senilai Rp 50 Miliar dan berptensi merugikan Bank NTT.
Bahkan dalam LHP BPK RI tersebut, pihak BPK meminta agar pengurus Bank NTT memberikan sanksi tegas kepada Alex Riwu Kaho. Namun bukan sanksi yang didapat oleh Alex Riwu Kaho atas temuan dalam LHP BPK RI tersebut, dirinya justru dipromosi menjadi Dirut Bank NTT gantikan Izhak Eduard Rihi. Alex Riwu Kaho ibarat ketiban durian runtuh dari pemberhentian Izhak Eduard Rihi. Sungguh baik benar nasib Alex Riwu Kaho.
Setelah peristiwa itu, nama Izhak Eduard Rihi seolah hilang ditelan bumi. Namun siapa sangka, selama periode itu (2020 -2023) Izhak Eduard Rihi terus memantau pergerakan Bank NTT, terutama soal kinerja dan kecakapan pengurus saat ini. Sabab bagi Izhak eduard Rihi, saat dirinya diganti dengan pengurus sekarang, ada harapan bahwa kinerja akan semakin baik. Namun apa daya, bukannya membaik tetapi kinerja Bank NTT sejak tahun 2020 hingga 2023 terus mengalami penurunan, bahkan bisa dikatakan terancam bangkrut.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.