BETUN,flobamorata.com– Akhir pekan ini, masyarakat Kabupaten Malaka dibuat ramai dengan pemberitaan soal Istilah “Masuk Angin”. Topik ini menarik minat perhatian publik. Group komunikasi jejaring sosial seperti WhatsApp dan facebook, hangat dengan perbincangan soal pernyataan “Bupati Malaka Masuk Angin”.
Sosok yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah Hendry Melky Simu, Anggota DPRD Kabupaten Malaka, sekaligus menjabat sebagai Ketua Komisi III.
Dimana dalam kesempatan wawancara bersama para wartawan, dirinya mengeluarkan pernyataan bahwa ” Jangan-jangan Bupati Malaka Simon Nahak sudah masuk angin rumah badai siklon tropis seroja”.
Pernyataan ini dikeluarkan Hendry Melky Simu dalam menyikapi sikap Bupati Malaka, DR. Simon Nahak, SH, M.H terkait persoalan ambruknya pekerjaan rumah bantuan badai seroja di Desa Wederok, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka beberapa waktu lalu.
Menjadi pertanyaan refleksi, “Apakah Benar Bupati Simon Nahak Masuk Angin?”. terlalu dini kita menilai, bahkan terlalu cepat juga kita memvonis dengan satire demikian.
Kalau kita terjemahkan secara lurus dalam sudut pandang medis, arti istilah masuk angin tentu merupakan kesimpulan yang sangat prematur. Pasalnya, Hendry Melky Simu bukan seorang dokter yang memberikan vonis medis Masuk Angin kepada Bupati Simon Nahak.
Sebab faktanya saat ini, Bupati Malaka dalam keadaan yang sehat, tanpa ada gejala demam bahkan terlihat bugar tanpa ada vonis dokter soal gejala masuk angin yang berakibat pada kondisi sakit. Artinya secara medis istilah itu tidak masuk.
Namun lain soal pula kalau kalimat “Bupati Simon Nahak Masuk Angin” merupakan istilah yang dipakai Hendry Melky Simu, guna menggambarkan sikap Bupati Simon Nahak, sehubungan dengan kasus ambruknya rumah bantuan badai seroja.
Berdasarkan arti Peribahasa Indonesia, kalimat Masuk Angin dimaksudkan sebagai ” Perihal Suatu Perkara Yang Sudah Dicampuri Orang Lain, Sehingga Tidak Benar Lagi”. ( https://www.google.com/amp/s/kamuslengkap.com/amp/kamus/kbbi/arti-kata/sudah-masuk-angin).
Lantas apakah pernyataan Hendry Melky Simu tersebut, dalam konteks dirinya menduga ada intervensi Bupati Malaka dalam pembangunan Rumah Bantuan Badai Seroja, sehingga menjadi tidak benar lagi?.
Kalau demikian, menjadi pertanyaan lanjutan “Bagaimana cara Bupati Simon Nahak lakukan intervensi, sehingga persoalan ini jadi gagal?”. Apakah dengan kekuatan fisiknya, Bupati Simon Nahak datang dan merubuhkan bangunan tersebut atau dengan cara lain?.
Logika terjemahan lurus ini, ingin kita kedepankan guna memaknai makna Satire yang disampaikan Hendry Melky Simu. Tentunya makna Satire tersebut hanya diri Hendry Melky Simu dan Tuhan yang paham dan mengerti persis soal arti itu.
Kalau kita memaknai Satire “Bupati Simon Nahak Masuk Angin” adalah ungkapan akan sikap diam dan apatis akan apa yang terjadi, tentu sangat prematur kalau kita menilai demikian.
Jawabannya sederhana soal itu. Persoalan pembangunan Rumah Bantuan Seroja, sudah diatur dalam manejemen hukum perikatan atau kontrak. Bahkan kontrak secara umum, dijabarkan lagi dalam Juklak dan Juknis soal mekanisme pengelolaan pembangunan tersebut. Bupati Simon Nahak, yang juga bergelar doktor dan praktisi hukum, paham secara utuh soal hal tersebut.
Dengan pemahaman tersebut, dirinya tidak akan intervensi kerja dinas teknis dari proses awal hinga eksekusi lapangan. Sejauh semua berjalan dalam Rule Of The Game sesuai dengan aturan hukum, dirinya akan memberi tiket terusan sambil memantau dengan bijak.
Pemerintah punya mekanisme sendiri dalam menjalankan roda sistim birokrasi yang baik. Bagi Bupati Simon Nahak, melakukan intervensi dalam satuan item pekerjaan tentu bukan hal yang elok, sementara semua berjalan dalam kontrak yang memiliki kekuatan hukum positif.
Yang sudah dilakukan Bupati Simon Nahak yakni melakukan koordinasi dengan penanggung jawab pada bidang teknis yakni Kepala BPBD Kabupaten Malaka dan pihak ketiga, guna mencari akar soal penyebab musibah tersebut.
Bahkan bukan hanya sebatas koordinasi, tetapi Bupati Simon Nahak lebih masif dengan bergerak sesuai aturan bahwa semua persoalan ini akan diaudit setelah pelaksanaan selesai sesuai tanggal yang terkontrak.
Artinya semua persoalan ini masih dalam kewenangan pihak ketiga untuk menyelesaikan kewajibannya. Bupati Simon Nahak tidak akan gegabah memberi pinalti atau sanksi. Sebab bagi “Sang Petarung”, sapaan lain Doktor Simon Nahak, dirinya akan bertindak tanpa harus melanggar aturan. Bahkan tindakan Bupati Simon Nahak tanpa harus dimaknai sebagai proses gempita yang sarat sorak-sorai.
Dirinya akan bertindak dengan diam, terukur, cerdas dan fokus untuk menyelesaikan soal ini. Bagi kita yang tidak sabaran tentu akan menilai sebaliknya. Tetapi bagi kita yang paham akan kinerja Bupati Simon Nahak, kita akan menilai bahwa Simon Nahak adalah “Sang Elang Yang Lagi Menyongsong Angin”.
Mengapa Bupati Simon Bag “Elang Yang Sedang Menyongsong Angin?”. Jawabannya tentu kita semua sudah paham. Dirinya adalah seorang bupati yang bertindak tanpa harus dipaksa dengan satire berbalut sikap kontrol.
Jauh sebelum warning itu ada, Bupati Simon Nahak sudah menunjukan tajinya sebagai Sang Petarung tanpa kita sadari. Setelah kasus ini mencuat, koordinasi sudah dilakukan dengan dinas teknis tanpa harus mencari panggung buat pencitraan diri.
Panggung Seorang Simon Nahak akan terus berada di atas angin. Apakah dirinya wajib menyampaikan soal hasil koordinasi atas musabab itu? Semuanya juga tidak wajib harus dilakukan. Sebab tugas itu bisa didelegasikan kepada dinas teknis.
Simon Nahak sebagai Bupati Bag “Sang Elang Yang Sedang Menyongsong Angin”, tahu bagaimana mengontrol kondisi psikis lawan politiknya. Warning tim hukum kepada Hendry Melky Simu soal ungkapan Satirenya agar diklarifikasi menjadi penting agar kita bisa cerdas memaknai sebuah kalimat yang disampaikan.
Kritik tentu saja boleh dan wajib. Tetapi pemilihan kata dan kalimat dalam menyampaikan kritik menjadi sangat penting untuk menguatkan argumentasi. Hal ini menjadi wajib dalam memaknai etika komunikasi antar penyelenggara negara.
Reaksi seorang Bupati Simon Nahak juga wajar. Dirinya hanya sedang mencari rasa adil atas sebuah pernyataan yang menyinggung kondisinya. Sedangkan saat ini dirinya dalam keadaan bugar dan sehat bahkan tanpa ada gejala demam dan masuk angin.
Lantas kenapa kita menjadi hiruk-pikuk? Sedangkan orang yang disinggung pribadinya sedang berusaha mencari kebenaran hakiki lewat jalur hukum. Bukankan itu hal yang normal?. Selain sebagai bupati, Simon Nahak juga manusia yang wajib hukumnya diperlakukan sama dalam konteks rasa adil.
Jadi hal yang sangat biasa dan wajar apabila dirinya memberi kuasa kepada tim hukum untuk menyelesaikan hal ini. Mengapa kita yang panas dingin ibarat gejala demam dan masuk angin, bahkan sibuk bereaksi soal sikap kuasa hukum Bupati Simon Nahak?.
Semua masih dalam tataran normal saling mencari kebenaran di mata hukum. Sebab kebenaran di mata hukum akan berbanding lurus dengan kebenaran publik. Bahkan ibarat kata, Saat Bupati Simon Nahak Bag “Sang Elang Yang Sedang Menyongsong Angin”, lawan-lawannya sedang sibuk mencari perisai agar tidak “Masuk Angin”.***
Penulis : Jeffry Leonardo Taolin, Wartawan Asal Kabupaten Malaka
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.