Pengumuman penetapan Surat Keputusan (SK) Tenaga Daerah (Teda) Malaka tahun anggaran 2022 oleh Bupati Malaka Dr. Simon Nahak, SH, MH pada awal Januari 2022 silam, menuai polemik dan sekaligus kritikan dari berbagai kalangan, baik itu di media massa maupun di ruang publik lainnya. Salah satu alasan kritikan yang mengemuka yaitu terakomodirnya beberapa orang wartawan Malaka sebagai Tenaga Daerah (Teda) yang tersebar di beberapa instansi lingkup Pemerintahan Kabupaten Malaka. Lantas, apakah benar bahwa ditilik dari perspektif hukum, wartawan diperbolehkan berprofesi sebagai Teda? Apakah profesi sebagai Teda tidak berpengaruh terhadap peran vital seorang wartawan dalam mengontrol roda sebuah pemerintahan, khususnya di wilayah Kabupaten Malaka?
Berprofesi sebagai seorang wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum seperti Undang-undang pers no 40 tahun 1999, juga harus berpegang pada kode etik jurnalistik. Dari kurang lebih sebelas point, salah satu kode etik yang wajib dipahami oleh seorang wartawan adalah sikap independen, produk berita yang akurat, berimbang dan tidak beretikat buruk.
Oleh karena itu, bercermin pada sikap independenditas dan keberimbangan seorang wartawan dalam menghasilkan sebuah berita tersebut, maka dalam konteks lingkup wilayah Kabupaten Malaka, seorang wartawan dituntut untuk tetap menjaga dan menjunjung tinggi kode etik tersebut. Fakta bahwa, beberapa wartawan menjadi Teda Malaka, tentu diharapkan supaya tidak berpengaruh terhadap sikap militansi, idealisme, independenditas dan keberimbangan dalam menulis berita.
Peran seorang wartawan sebagai penyambung lidah rakyat, semestinya tetap digaungkan ditengah berbagai kemelut, litani serta krisis politik, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup dan pembangunan yang kian merajalela di tengah kehidupan bangsa Indonesia, khusus wilayah Kabupaten Malaka.
Wilayah kabupaten Malaka sejak kepemimpinan Penjabat Herman Nai Ulu, dan Bupati dan wakil bupati perdana Bapak dr. Stefanus Bria Seran, MPh, dan Bapak Drs. Daniel Asa (Alm), hingga kini Bapak Dr. Simon Nahak, SH, MH, dan Bapak Louse Lucky Taolin, S. Sos, walaupun terdapat berbagai kemajuan namun masih menyita berbagai persoalan, dalam berbagai aspek kehidupan yang sangat membutuhkan peran dan fungsi kontrol dari berbagai pihak, terutama para wartawan.
Berkonfrontasi dengan realitas persoalan buram politik bangsa tersebut, wartawan di Indonesia khususnya wilayah Kabupaten Malaka diharapkan untuk tetap tampil sebagai nabi yang bisa menyuarakan suara bagi kaum tak bersuara (voice of the voiceless). Dalam masyarakat demokratis, selain fungsi pers seperti informatif, edukatif, kontrol dan hiburan, seorang wartawan memiliki fungsi tambahan yakni sebagai anjing penjaga terhadap perilaku pilar-pilar demokrasi.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.