ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Ketidakadilan Dalam Keadilan Hukum Di Indonesia

Avatar photo
  • Bagikan

Selain itu, jika kita merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku, lalu dikaitkan dengan posisi Muhamad Nazarudin adalah sebagai pelaku utama,  maka wajib hukumnya pengadilan menolak permohonan JC (Justice Colaborator)  yang diajukan oleh M. Nazaruddin apalagi Remisi.

Kembali ke problem utama yakni pemberian remisi ala Yasona Laoly ada indikasi dan patut diduga ada konspirasi tingkat tinggi padahal ada dua perbuatan korupsi yang dilakukan Muhammad Nazaruddin,  pertama menerima suap dari korporasi dan yang kedua adalah korupsi yang merugikan uang negara puluhan milyar.

ads

Sudah semestinya juga dalam hal ini, Presiden Jokowi bisa membentuk tim khusus pencari fakta yang independen agar dapat membuka apa motifnya dibalik remisi yang fenomenal ini. Jokowi harus buktikan pun harus bisa membuktulikan bahwa dirinya sangat peduli dalam soal tindakan pidana khusus ini agar ucapan. Terkait dengan hal ini, sebetulnya pak Jokowi bisa membuktikan tentang apa yang pernahm Beliau sampaikan pada pidato ketika kampanye. Tidak hanya slogan, frasa yang hanya sekedar menarik hati para pemilih dalam konteks politik.

Baca Juga :  Humaniora Amos Corputy Dalam Perkara Ishak Eduard VS Pemegang Saham bank NTT

Hal yang dijalankan oleh Yasona Laoly tentang remisi atau cuti menjadi preseden buruk yanh tidak berpihak pada semangat pemberantasan dan mengesampingkan efek jera bagi para pelaku yang serakah mencuri uang rakyat.

Hello Yasona Laoly dimana keadilan yang mau dicapai? Jika tujuan hukum sebagai sarana keadilan,  maka menjadi adil Sdra. M Nazaruddin akan menghirup udara bebas pada tahun 2024 bukanlah saat ini.  Remisi gaya Yasona Laloy ini sangat mengkuatirkan kita semua, akan semakin tumbuh subur korupsi di Indonesia yang menjadi budaya dan tradisi yang dapat ditransformasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Perlu diingat bahwa Indonesia telah menjadi bagian negara yang turut dalam konvensi international dalam pemberantasan korupsi sudah semestinya kerjasama secara international dapat terjalin dgn baik dan korupsi di Indonesia seminimal mungkin dan bahkan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi terjadi secara sistematis,  terstruktur dan masif.

Baca Juga :  Lorens L Haba, Pjs Desa Laleten : Saya Bukan Bos, Tapi Pelayan

Di tambah lagi dan masih dalam ingatan kita bahwa kasus wisma atlet dapat diungkap oleh KPK dalam masa Partai Demkorat berkuasa,  tentunya upaya hukum yang dilakukan KPK tidak mudah harus membasmi para birokrat yang sedang berkuasa.  Ini pekerjaan tidak mudah,  para penggiat korupsi, Lsm dan masyarakat layak memberikan apresiasi kepada KPK dan Polri pada masa itu.

Sejarah telah mencatatnya bahwa tindakan Nazaruddin tidak hanya menerima suap dari korporasi tetapi juga merugikan uang negara yang bersumber dari pungutan pajak dari masyarakat kecil menengah sampai masyarakat kelas atas.

Pembebasan Nazaruddin sungguh menggenparkan dunia international,  Yasona Laoly memanfaatkan situasi covid 19 sebagai momentum dimana rakyat hanya berfokus pada masalah kesehatan dianggap tidak lagi peduli pada para koruptor mau ambil atahu rampok uang negara.

Kebijakan remisi ala Yasona Laoly telah menghilangkan akal sehat, meruntuhkan kerangka dan sistem hukum sehingga dalam strategi apapun pemberantasan korupsi hanya sebuah angan-angan, karena korupsi akan terus terjadi secara masif

Baca Juga :  Siapa Bilang Bupati Malaka Anti Kritik?

Semoga segala yang diuraikan dalam tulisan ini bermanfaat bagi kalangan para teoritis terlebih para penegak hukum. Biarlah Menteri hukum dan Ham tergugah pula hatinya,  untuk bertobat dan menganulir kembali kebijakan remisi bagi koruptor yang sungguh perbuatan pidananya berdampak pada ekomi rakyat dan bahkan eksistensi sebuah negara.

Bagi kalangan luar,  pemerhati korupsi,  LSM para akademisi tergugah pula utk memikirkan jalan terbaik dalam pemberantasan korupsi di indonesia agar indonesia terbebas dari segala praktik korupsi yang menjadi budaya berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Banyak waktu dan uang telah banyak terbuang serta banyak waktu pun telah dihabiskan untuk memikirkan bagaimana cara pemberatasan korupsi di Indonesia agar; Jangan lagi terjadi ketidakadilan dalam keadilan dalam negara Indonesia yang kita cintai ini.

Penulis : Dr. Gradios Nyoman Rae, SH. MH

Advokat dan Pengajar pada Universitas Bung Karno dan Universitas Kristen Indonesia.

 

  • Bagikan