Berikut beberapa argumentasinya; Pertama, pembiayaan yang dimaksud dari regulasi di atas ialah pembiayaan kepada Lembaga Kemasyarakatan/Lembaga Adat sebagai entitas budaya yang menjalankan tugas dan fungsi kebudayaan. Pembiayaan tersebut tidak bisa diartikan sebagai penggajian/pemberian insentif kepada personal Fukun, melainkan kepada sebuah lembaga adat.
Kedua, lembaga adat yang akan dibiayai harus mempunyai legalitas dalam arti pembentukan, pengawasannya serta mendapat pengakuan dari pemerintah. Fakta bahwa eksistensi Fukun (sebagai personal) hari ini tidak terbantahkan. Namun sejauh mana eksistensi lembaga adat sebagai sebuah organisasi/komunitas? Bagaimana tata kelola lembaga adat, tugas dan fungsi, serta kontribusinya dalam bidang kebudayaan?
Ketiga, lembaga adat desa harus terbebas dari afiliasi politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataan hari ini hampir semua entitas budaya ditarik/aktif dalam politik praktis. Lembaga adat banyak dikapitalisasi untuk keuntungan politik elektoral semata. Ini gambaran yang paradoks.
Sebagai catatan akhir, saya mengajukan beberapa pikiran begini; Pertama; perlu adanya tahapan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat sebagai entitas budaya (Rujukannya Permendagri 52/2014). Kedua; pembiayaan lembaga adat harus dilakukan secara organisasi bukan terhadap perorangan. Lembaga adat yang akan dibiayai mesti punya kinerja yang bisa dipertanggungjawabkan. Ketiga; berhentilah menarik-narik Fukun dan lembaga adat ke ranah politik praktis karena intervensi politik bisa merusak tatanan budaya yang sudah mapan. Atas penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa usulan pemberian Gaji Fukun tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Sekian !.
Roby Koen, Penulis Adalah Ketua Perpenda Kabupaten Malaka, Tinggal Di BetunĀ
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.